ANAK SAYA SEKOLAH DINI DAN TETAP BERPRESTASI
Disclaimer : tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman pribadi penulis yang menjalani sekolah usia dini (TK usia 4,5 tahun dan masuk SD usia 5,5 tahun). Juga berdasarkan pengalaman sebagai pengajar serta jurnal-jurnal ilmiah tentang pendidikan.
Tulisan ini pun terinspirasi dari hasil analisis dengan kata kunci "pendidikan usia dini"
Pandemik yang sudah hampir 2 tahun ini membuat suasana berbeda. Bukan hanya perbedaan dalam hal ekonomi dan kesehatan yang terasa, namun dalam hal persekolahan. Dulu sekolah formal selalu berada di ruang yang disebut kelas, kini disebut kelas offline. Namun setelah pandemik menghampiri kelas berpindah ke rumah dan diberi nama sekolah online.
Mari sejenak kita samakan persefsi lebih dahulu, apa itu "sekolah" versus "pendidikan", sama ataukah ada beda diantara keduanya. Sudah betul-betul fahamkah kita yang mana sekolah, yang mana pendidikan ? Jangan sampai kita hanya ikut-ikutan dan belum faham apa yang dibutuhkan anak kita sesuai usianya.
Dalam sebuah kajian yang dibawakan oleh gurunda kami ustad. Aad (dimana beliau seorang psikolog muslim plus praktisi kurikulum pendidikan usia dini), yang penjelasannya sejalan dengan kajian ustad Harry Santosa rahimahullah. Beliau berkata bahwa sekolah dan pendidikan adalah 2 hal berbeda. Dimana sekolah terbatas pada kurikulum, ruang nyata yaitu bangunan kelas, adanya target, nilai tugas, rangking sebagai pembanding prestasi antar murid. Sementara pendidikan tidak terbatas kapanpun, dimanapun dan darimanapun kita dapat mendapatkan pelajaran. Pendidikan pun menitik beratkan pada pembentukan karakter baik, dimana kejujuran, sikap pantang menyerah, mandiri dan ulet menjadi pondasinya, tanpa harus mengikuti perbandingan rangking antar murid.
Sekarang mari kita lihat beberapa faktor mengapa orang tua menyekolahkan anaknya terlalu dini (usia 0-6th).
1. Merasa anak butuh sekolah cepat agar cepat pintar banyak hal
2. Merasa anak butuh segera belajar bersosial
3. Anak terlihat tertarik dan sudah bisa belajar
4. Orang tua terlalu sibuk hingga sekolah dianggap bisa menjadi solusi agar anak punya kesibukan sendiri
5. Mengikuti trend anak sekolah dini dengan berbagai tawaran fasilitas atau lingkungan yang banyak menyekolahkan dini
6. Kurang edukasi tentang dampak sekolah dini/usia tepat sekolah/fitrah belajar
7. Persefektif keliru : cepat sekolah - prestasi - cepat bekerja.
Namun sadar ataupun tidak bahwa fitrah belajar anak sudah ditentukan sesuai usianya. Dalam Islam pun sudah dicontohkan bahwa anak diajar syariat (logika) baru mulai usia 7 tahun. Serupa dengan sistem persekolahan yang harus menggunakan logika (misalnya 1+1 = 2, bukan 3 atau 4 atau telur ataupun awan sesuai imajinasi anak usia dini).
Anak usia dinipun berpikir masih sangat imajinatif, egosentrik, simpel, belum bisa mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif solusi secara kompleks. Bisa dibayangkan anak yang harusnya bermain-main telah dibebani PR yang begitu banyak, les segala bidang, waktu gerak bebas (psikomotorik) kurang, dan tekanan lainnya. Bayangkan pula posisi kita sebagai orang tua, orang dewasa yang dibebani pikiran atau pekerjaan bermacam-macam namun diluar kemampuan atau keahlian kita. Dampaknya bisa jenuh, stress atau menjadikan letih fisik yang berkepanjangan, apatah lagi anak kecil usia dini.
Tapi anak saya berprestasi kok, dia gembira kok ke sekolah. Ada yang demikian? Jawabnya ada dan banyak anak usia dini diawal bersekolah ia menunjukkan antusiasme tinggi dan berprestasi. Semangat ke sekolah bisa didorong beberapa faktor : sekolah tempat yang asik bertemu teman dan bermain, ataukah rumah dan orang tua tidak hadir/tidak asik untuk diajak bermain.
Berprestasi diawal sekolah adalah hal biasa bagi anak usia dini bahkan bisa dikatakan sering terjadi. Hal itu sebagai bentuk mencari perhatian (anak usia dini senang dipuji dan diperhatikan) maka mereka belajar demi berprestasi dan meraih pujian belum faham arti konsekuensi kehidupan. Namun seiring bertambah usia dan beban tiap level persekolahan makan semakin cepat rasa jenuh bersekolah itu datang.
Lalu ada masa dimana mereka enggan belajar dengan serius, enggan ke sekolah sampai mulai membolos atau pun seringnya mudah sakit setiap tugas mulai menumpuk atau akan menghadapi ujian. Hal inilah yang disebut sebagai tanda tekanan secara psikis dampak sekolah di usia dini. Mungkin tidak terlihat di usia SD, namun bisa terjadi dijenjang sekolah selanjutnya. Padahal pada jenjang itu harusnya mereka serius belajar. Tapi apa hendak dikata, mereka bersekolah terlalu dini dan memang belum saatnya memikul beban yang selevel orang lain bersekolah di usia tepat.
Jadi prestasi seperti apa yang lebih baik daripada kesiapan psikis, psikologis juga fisik anak sesuai usianya untuk di sekolahkan? Pintar itu telah Tuhan atur waktunya untuk setiap anak, tidak perlu digegas, namun bahagia dan tumbuh jadi katakter baik tidak akan terulang waktunya.
Sumber tulisan :
- Berdasarkan hasil kajian di kelas parenting ustad Adriano Rusfi dan ustad Harry Santosa (Fitrah Base Education). Lengkapnya telah kami tuliskan dan paparkan pada live IP Samkabar.
- https://www.google.com/search?q=jurnal%20anak%20sekolah%20dini&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b-m