KELAS INSPIRASI MENCERDASKAN ORANG-ORANG TERDIDIK
7 Maret 2014
Kelas Inspirasi Mencerdaskan Orang-Orang
Terdidik
Ukuran sebuah kesuksesan di zaman ini sangatlah tergantunt pada setiap
persfektif. Namun, pada kenyataannya tak bisa dipungkiri bahwa apa yang
terlihat oleh mata dan dapat diukur dengan materi menjadi tolak ukur sukses itu
sendiri. Peryataan itu membuat saya berpikir batasan sukses dari persfektif
materi seperti apa? Sudah hilangkah sisi idealisme bangsa ini? Bangsa yang
besar namun masih terbelakang dalam pendidikan di tengah limpah ruah kekayaan
alamnya. Berawal dari kegelisahan itu, mulailah saya mencari wadah yang mampu
menjawabnya, wadah yang bisa membuat setiap orang sukses, setiap orang menjadi
cerdas dalam kacamata yang tidak sebanding dengan timbunan materi apapun, maka
dari sinilah kisah ini dimulai.
Kesenangan saya mengikuti komunitas yang masih peduli lingkungan dan
pendidikan anak-anak kurang mampu mengantarkan pada penemuan akun twiter
@Indonesiamengajar, lalu membaca tentang kelas inspirasi meski hanya sebagai
penikmat dan follower saja dulu. Suatu hari saya membaca sebuah pengumuman
pencarian relawan yang diadakan oleh Kelas Inspirasi Sulsel dan syukurnya lagi
Kelas Inspirasi telah hadir di kabupaten Gowa tempat saya berdomisili sekarang.
Bermodal sedikit pengalaman saya mengisi formulir realawan pengajar yang
lumayan panjang, bismillah saya ingin mencoba berbagi dari sini. Teringat
pengalaman tahun 2008 silam saat melaksanakan KKN di kabupaten Enrekang dan
diberi amanah untuk merasakan bagaimana menjadi seorang guru SD selama 2 bulan.
Saya diberi peluang mengajar dipagi hingga siang hari di seluruh kelas secara
bergiliran dan di sore harinya memberikan mereka les tambahan khususnya untuk
kelas 6 yang saat itu akan mengikuti UAN. Sangat menyenangkan melihat binar di
mata mereka, kepolosan dan kecerian serta imajinasi mereka yang membuat saya tertular
kebahagian. Pengalaman ini yang saya harapkan akan kembali didapatkan saat
mengikuti Kelas Inspirasi.
Slogan “berbagi inspirasi lewat profesi” membuat saya sedikit ragu akan
kemampuan saya untuk menjelaskan profesi yang saya jalani kepada murid-murid
SD. Pertanyaan saya adalah bagaimana membuat bahasa yang mudah, gaya bicara
yang santai bahkan perlu sedikit bermain serta pemilihan kata-kata yang tepat?
Hal ini berbeda sekali dengan pemilihan kalimat saat akan membuat sebuah
laporan gambar, proposal, jurnal, skripsi ataupun tesisi yang selama ini saya
hadapi di kampus, ini murid sekolah dasar bukan mahasiswa di sebuah
universitas.
Pertanyaannya selanjutnya adalah bagaimana saya menerangkan profesi dosen
dan arsitek kepada mereka? Alat peraga apa yang harus saya bawa agar mereka
bisa mengerti secara visual? Berpikir selama 2 hari sayapun memutuskan untuk
membawa mesin gambar yang lumayan berat bersama tabung gambar ukuran jumbo, 2
benda yang sering saya bawa semasa menjalani perkuliahan pada tingkat strata 1
di jurusan arsitektur dulu. Tujuan saya membawa kedua benda yang berat dan
tidak simpel itu untuk memperlihatkan pada para murid alat-alat yang digunakan
mahasiswa arsitektur sekaligus memberikan pengalaman dini seperti apa berat dan
susahnya menenteng kedua benda tersebut. Hal ini bukan untuk menyurutkan
semangat mereka melainkan untuk menanamkan nilai kehidupan bahwa semua hal
pasti ada susah dan senangnya, jika ingin meraih sebuah cita-cita pastilah
dibutuhkan kesabaran dan sikap pantang menyerah sekalipun hal itu tidak mudah
karena kita harus yakin bahwa setelah seluruh tantangan dilalui akan datang
kemudahan. Maka untuk melengkapi cerita saya di depan murid-murid tersebut,
saya juga membawa helm proyek dan topi toga sebagai simbol bahwa semua perjuangan
yang sungguh-sungguh akan membuahkan hasil, begitupun dunia arsitektur, kita
bisa bekerja di lapangan (praktisi) yang mampu menghasilkan karya-karya hebat
ataupun menjadi pengajar/dosen (akademisi) yang nanti akan membimbing generasi
selanjutnya menjadi sarjana-sarjana teknik yang berkualitas.
Gambar 1. Para inspitator bersama ibu kepala sekolah SDN Samata
SDN Samata adalah tempat saya diberikan amanah oleh panitia @KI_Gowa,
masing-masing relawan harus menjelaskan profesinya di 3 level kelas yang
berbeda yaitu kelas 3, 5 dan 6, tentunya harus mempunyai strategi yang berbeda
pula. Pengalaman pertama saya mulai dari
kelas 3, membuka sesi dengan perkenalan dan bertanya tentang kartu kesukaan
mereka dimana salah satu tokohnya adalah seorang ninja yang selalu membawa
tabung berisi pasir sebagai senjatanya dengan maksud menganalogikan bahwa
arsitek juga punya tabung namanya tabung gambar yang isinya tentulah gambar
hasil desainnya, memperlihatkan beberapa hasil desain yang membuat mereka
berkata “WOW” lalu mengajak mereka melompat-lompat dengan sebuah yel-yel yang
disemua kelas saya ajarkan. Yel-yelnya adalah ketika saya bilang: “Anak
Indonesia”, maka para murid akan menjawab: “Rajin, Cerdas, Berprestasi”, sambil
mengembangkan tangan kanan dan kiri seperti menyambut kemudia berlari-lari
kecil ditempat sambil berseru “Bisa...Bisa...Bisa...” dan diakhiri lompatan
tinggi dengan teriakan “BISA”.
Gambar 2. Suasana Kelas
Di kelas 6a dan 6b saya mengajari mereka urutan pembangunan sebuah rumah sederhana dengan menganalogikan rumah ibarat tubuh manusia, pondasi adalah kaki, tiang/kolom serupa susunan rangka tulang, atap ibarat kepala dan dinding serta pintu/jendela seperti kulit & daging, sembari memberi mereka 1 lembar gambar cara membuat rumah. Tak lupa juga mengajak mereka berhitung jumlah anak tangga. Alhamdulillah mereka faham, terbukti saat saya bertanya mereka antusias menjawab.
Gambar 3. Antusiasme para siswa
Banyak hal yang bisa saya pelajari dari pengalaman sehari memberi
inspirasi. Hal pertama adalah pendidikan tidak hanya dapat dijalankan dengan
sistem yang kaku seperti saat ini tetapi dengan tutur yang menarik, visualisasi
dan juga peraga/pengalaman langsung akan membuat anak memahami bukan sekedar
menghapal lalu lupa lagi. Pembelajaran kedua adalah tidak akan pernah ada ilmu
yang habis saat kita berbagi, hal luar biasa akan terjadi sebaliknya. Semangat
anak-anak merupakan pembelajaran ketiga yang terus menggema di ingatan dan hati
saya, jika mereka saja bisa sangat bersemangat maka tidak perlu ada celah yang
membuat kita para inspirator menjadi tidak bersemangat. Hal keempat yang
membuat saya tercengang, fasilitator membuat award siapa inspirator terlucu dan
nama saya ada dipilihan para siswa, subhanallah 1 hal yang jarang terjadi dan
menjadi hal yang baru mengingat teman-teman sering menyebut saya “orang yang
terlalu serius dan pemikir” ternyata di
hari inspirasi saya bisa menjadi karakter yang lain “ternyata saya bisa lucu
juga”. Pembelajaran terakhir adalah indonesia khususnya para pelajar tidak
hanya butuh orang yang cuman bisa berteori tapi butuh aksi nyata dari kita
semua apapun profesinya.
Menutup cerita ini saya tanaman semangat tersendiri dihati bahwa:
“Orang yang
cerdas adalah ia yang mampu membuat orang lain mengerti tentang apa yang
diucapkannya dimanapun dia berpijak & kesuksesan itu bukan hanya seberapa
banyak gedung tinggi telah kita desain tapi seberapa jauh kita mengambil bagian
dalam memajukan pendidikan dan mampu membangun mimpi para tunas bangsa di
negeri tercinta ini”.
Semoga tahun
berikutnya bisa mengikuti kelas inspirasi lagi bahkan bisa turun ke
sekolah-sekolah yang berada di dusun ataupun di pulau kecil.
Salam Inspirasi