Minggu, 24 November 2013



TAK PERNAH PATAH CANGKUL
Jadi ingat lirik lagu di masa kecil (pernah kecil yah Ni? Pernah dong, kurus lagi hahaha, Alhamdulillah).
Liriknya seperti ini
“Ayo kawan kita belajar
menanam jagung di kebun kita
ambil cangkulmu, ambil paculmu
kita menanam tak jemu-jemu
cangkul...cangkul...cangkul yang dalam
menanam jagung di kebun kita”
akh jaman sekarang masih ada ngga yah yang menyanyikan lagu itu, kayaknya sudah berganti dengan lagu “Ase lo le....atau Chibi...chibi ha..ha..hhaah”. Tapi kali ini bukan untuk membahas tren musik ini tentang si Macan dan si Belle, ehhh sama aja kali yah? Sudahlah mari serius.

Ini tentang pengalaman perdana kami (Ni, Anna & Ika), 3 pemudi (tolong pake kaca pembesar yah tulisannya: PEMUDI bukan nyonya, kode halus hehe) yang telah jenuh dengan kehidupan kota yang begitu-begitu saja. Setelah berkali-kali membuat jadwal yang selalu saja gatot alias gagal total maka di ketok palu bahwa hari Ahad, 24 November 2013, Pukul 08.00 WITA harus bertemu di depan gedung Miring Telkomsel jalan AP.Pettarani Makassar untuk bergabung di komunitas Makassar Berkebun (Silahkan liat Fanpagex di Facebook yah!). selanjutnya menuju ke kebun Yankes Telkom dimana para penggiat (sebutan u/anggota komunitas ini) bercocok tanam. Ada yang masih bingung lokasinya dimana? Baiklah-baiklah saya sedikit memberi petunjuk yah sembari menjawab semua pertanyaan ke saya ( Ni dimana sih lokasinya? Kak di mana itu? Pettarani mana? Adakah?), silahkan diamati lokasi di bawah ini:


 Gambar 1. Map menuju lokasi kebun Yankes Telkom
 ini saya buat yang insert-nya yah...tolong dicerna baik-baik (makanan kalee dicerna)


  Gambar 2. Insert TKP kebun Yankes Telkom


Setelah sampai di TKP, jreng..jreng..jreng.. wah belum ada orang-orang (jadi loe bertiga apaan Ni? Oh iyya #garuk-garuk kepala, kelihatan jeniusnya jadi malu doraemon gitu....ngertikan malu-malu doraemon=malu-malu kucing).
 Gambar 3. Malu-malu Doraemon (hihihi)


Nah karena pemula tapi ngga pemalu (malah rada-rada malu-maluin) maka setelah menanti dengan manis 1/2jam kamipun berinisiatif untuk mengabadikan momen-momen seolah-olah alias seakan-akan nyata hehehe (take some pictures) sambil mengagumi dan saling berdiskusi tentang tanaman tersebut, entah jawabannya benar atau tidak, inilah efek kalau para ARSITEK (ditebalkan supaya yg seprofesi dan yang menuju... tau) hanya bisa berkutak di ranah teori dan imajinasi tetapi kurang pada analisis/tinjauan lapangan dan aplikasi yang berujung pada ketimpangan otak kanan dan otak kiri (bahasanya sok jenius lagi nih...). Intinya kita (ada yang teriak “kita? Loe aja kalee” yoo wess lah saya saja yang penting damai) anak-anak ARSITEKTUR sudah belajar yang namanya ilmu lanskap/tapak dan juga menggaungkan ARSITEKTUR HIJAU atau Arsitektur Berkelanjutan tapi kita lupa atau dengan bahasa sopan, belum detail memperhatikan tentang vegetasi yang tepat dan sesuai atau tidak untuk diterapkan pada desain. Sebagian kecil (daripada disoraki lagi) hanya berkutik pada kecanggihan program desain, teknik gambar, rendering yang wah dan tingkat kesulitan desain tetapi parahnya ketika berbicara konsep maka sebagian (lagi) cuman bisa senyum-senyum (dalam hati pahit) dan tutup mulut mengikuti tag line mbak Desi Ratnasari yang sempat booming “No Comment”.

Kadang tidak sedikit dijumpai pada sebuah desain tapak, peletakan hard material tidak diperhitungkan dengan detail sehingga akan merusak soft material (vegetasi) atau malah sebaliknya vegetasi yang merusak hard material. Contohnya, pohon yang memiliki akan besar dan merambat seperti Ketapang. 

Berikut ini saya mencoba menyajikan tentang Ketapang atau katapang (Terminalia catappa) adalah nama sejenis pohon tepi pantai yang rindang. Lekas tumbuh dan membentuk tajuk indah bertingkat-tingkat, ketapang kerap dijadikan pohon peneduh di taman-taman dan tepi jalan. Pohon besar, tingginya mencapai 40m dan gemang batang sampai 1,5 m. Bertajuk rindang dengan cabang-cabang yang tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat; pohon yang muda sering nampak seperti pagoda. Pohon-pohon yang tua dan besar acap kali berbanir (akar papan), tingginya bisa hingga 3 m (http://id.wikipedia.org/wiki/Ketapang, diakses 24/11/2013). 

Nah coba kita tinjau pada penerapan desain, ketikan hard material (Kursi beton) dirancang tidak sesuai pertumbuhan akar pohon ketapang maka yang akan terjadi adalah: 1)  beton menutupi/menghambat pertumbuhan akar pohon dan 2) akar pohon yang terus merambat lambat laun akan merusak beton seperti pada gambar 4 di bawah ini.

 Gambar 4. Soft material vs hard material (November 2013)

Begitulah sedikit kesadaran dari kami bertiga yang menjadi salah 2 dari beberapa salah-salah yang memacu kehadiran kami di Kebunnya para penggiat Makassar Berkebun pagi ini dan beginilah penampakan serta adegan-adegan seolah-olah kami (Gambar 5-7).

 Gambar 5. Seolah-olah mencangkul (kebun telkom, 24/11/2013)


  Gambar 6. Seolah-olah menyiram (kebun telkom, 24/11/2013)




  Gambar 7. Seolah-olah mendiskusikan tanaman (kebun telkom, 24/11/2013)



Banyak pelajaran diluar bidang kita (Arsitektur) yang kami dapatkan pada pagi ini, ada beberapa yang baru dan beberapa lagi melengkapi kenihilan pengetahuan kami tentang tanam-menanam. Penjelasan yang sangat interaktif dari Drg.Susilawati (kak Uchy) dan Admin Makassar Berkebun (Indah) tentang jenis tumbuhan, cara tanam, jenis-jenis media tanam, alat bercocok tanam, pupuk dan beberapa lainnya. Oh iya sebelum lupa, Makassar Berkebun menurut kak Uchy sudah berdiri sejak 3 tahun yang lalu tepatnya 2010 dan lokasi awalnya adalah di area Tanjung bunga (tadi ada teman di bbm yang tanya: “loh kok di pettarani, bukannya ditanjung?”). Hal itu menurut beliau dikarenakan lokasi yang kurang kondusif dan  menurut saya kurang terjangkau dari segi transportasi umum juga.

Di tempat ini kami belajar langsung beberapa media tanam, yang pertama adalah bedengan (menanam langsung ke tanah) contohnya seperti gambar  8  (bedengan) dan gambar 9 (bedengat+plastik mulsa)

 Gambar 8. Bedengan tanpa mulsa pada taman Telkom (24/11/2013)

 Gambar 9. Bedengan dengan mulsa (24/11/2013)

Yang kedua adalah menggunakan media pipa talang air hujan, ketiga kayu/bambu bekas, ke-4 botol bekas dan terakhir adalah plastik tanam/bibit (polybag) untuk contohnya silahkan lihat gambar 10 (maaf lupa mengabadikan langsung dilapangan, intinya tetap sama kok).

 Gambar 10. alternatif media tanam (24/11/2013)

Beberapa jenis pupuk pun tidak luput diajarkan, “Tapi disini kita tidak memakai pestisida sama sekali”, tegas kakak drg.Uchy.  Tadinya sih kita mau aplikasi cara menanaman bersama kk Indah, tapi berhubung cuaca tidak mendukung (panas terik) maka kegiatan itu ditunda sampai pertemuan berikutnya. Walhasil setelah tadi seolah olah memanen maka diakhir sesi kita memanen yang sesungguhnya (hore...hore..hore...). lihat gambar 11-14.
Gambar 11 adalah situasi seolah-olah merasa di kebun hanya kami bertiga hahaha dan kemudian karena sudah merasa memiliki maka berniatlah memanen bayam orang, maka peribahasa "siapa menanam, dia menuai" tidak berlaku lagi pada kondisi seolah-olah ini (mulai enek' dengan kalimat seolah-olah).

 Gambar 11. Seolah-olah kami yang punya kebun (24/11/2013)

 Gambar 12. seolah olah lagi memanen (24/11/2013)

Dan akhirnya datanglah para pemilik kebun yang aslinya lalu bayam merah yang tadi kami ber-3 niat untuk panen ternyata betul-betul dipanen (ini sudah nyata bukan lagi seolah-olah *akh pusing dengan kalimat itu). 

 Gambar 13. Memanen bayam merah bersama penggiat Makassar Berkebun (24/11/2013)

 Gambar 14. Bersama sebagian dari keluarga  Makassar Berkebun (24/11/2013)

Mengagumkan sekali di tengah belantara beton seperti Makassar ini khususnya pada area pusat bisnis seperti kawasan Ap.Pettarani ini rasa-rasanya mustahil jika masih ada sebuah kebun, tapi apa yang kami lihat dan apa yang kami lakukan adalah sebuah bukti bahwa masih saja ada O2 diantara gempuran CO2 (tolong kembalikan bahasa ku ke jalan yang lurus pembaca...). Dan ini membuat saya mengingat sebuah komik yang selalu membuat imajinasi saya melayang tentang sebuah kota yang serba moderen dimana tidak ada lagi kehidupan alami, semua beton, semua serba baja dan segalanya terkontrol oleh mesin lalu manusialah menjadi robotnya, tapi suatu ketika seorang gadis remaja menemukan sebuah kebun di bawah tanah dengan tanaman yang alami dan udara yang bersih, sinar harapan pun kembali berpijar dalam hatinya itulah sebuah KEBUN RAHASIA. 

 Kebun yang digagas oleh kakak-kakak para penggiat MAKASSAR Berkebun ini seperti gambaran nyata dari cerita kebun rahasia tadi. Akhirnya sebuah harapan akan hidup yang lebih baikpun muncul, maka tak akan ada istilah patah cangkul. Mari berkebun sambil bersenandung “cangkul...cangkul...cangkul yang dalam ....”.

Cahaya Keindahan . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates